Minggu, 14 Desember 2008

We are worrying with indonesia government and military making genocide

Pengakuan Korban Wabah Muntaber di Moanemani

*Ibu Oktovina Mote: Seandainya Petugas Medis Ada di Puskesmas, Nyawa Anak dan Suami Saya Bisa Tertolong

MOANEMANI [kabarpapua.com] – “Waktu kami tiba di Puskesmas Moanemani, suasananya sepi sekali. Tidak ada satupun tenaga medis yang sedang bertugas. Kalau saat itu tenaga medis ada di tempat, anak dan suami saya bisa tertolong.”

Demikian penuturan Ibu Oktovina Mote menceritakan sepenggal kisah pilu yang menimpa keluarganya beberapa waktu lalu di Moanemani, Distrik Kamuu, Kabupaten Dogiyai.

Ibu Oktovina yang sehari-hari bekerja sebagai petani kopi di Moanemani, keluarganya termasuk satu dari ratusan korban yang meninggal akibat terserang penyakit muntaber di Lembah Kamuu. Hatinya pilu karena dalam sekejap saja, penyakit yang nyaris sama merengut nyawa anaknya, Fredrikus Mote dan suaminya, Neles Okmonggop.

Fredrikus Mote, siswa kelas VI SD YPPK Moanemani, meninggal di rumahnya 5 Juli 2008. Sedangkan Neles meninggal menyusul anaknya. Neles meninggal saat dirawat di Puskesmas Moanemani, 8 Juli 2008.

“Kalau petugas cepat memberikan pertolongan saat kami tiba di Puskesmas, maka saya tidak kehilangan anak dan suami saya. Musibah ini juga kelalaian petugas kesehatan, sehingga mereka mesti bertanggungjawab,” tutur Ibu Oktovina kepada wartawan belum lama ini di Moanemani.Saat ditemui, ia sedang sibuk mengeringkan kopi hasil dari kebunnya. Tampak tubuh wanita 46 tahun itu lunglai. Matanya sembab, rambutnya tak terawat. Maklumlah, ia baru saja kehilangan anak dan suaminya.

Ibu Oktovina lantas berkisah tentang muntaber yang diderita anaknya. Awalnya, ia menyaksikan keadaan anak Fredrikus yang terbaring lesu di tempat tidur. Mata korban terlihat kunang-kunang, mual, muntah kekuningan, badannya kehitaman-hitaman, menceret. Badan Fredrikus tampak kejang-kejang. Kekeluarganya tak tega melihat penderitaan yang dialami Fredrikus. Dalam kepanikan, perempuan asal Mogouda-Waghete itu bersama suaminya membawa anak mereka ke Puskesmas Moanemani.

Tapi sayang, maksudnya agar anak mereka mendapat pertolongan pertama tidak kesampaian, lantaran di puskesmas tampak sepi. Pasien maupun pengunjung yang biasanya datang tak kelihatan. Tak ada satu orangpun tenaga medis yang bertugas saat itu. Merekapun akhirnya membawa pulang anaknya ke rumah. “Dalam perjalanan kembali ke rumah, kondisi tubuh anak Fredrikus semakin panas,” ucapnya dengan raut miris. “Anak saya muntah-muntah dan terus-menerus buang air besar. Lama kelamaan dia sulit buang air besar, walaupun dipaksa.”Tiba di rumah, hari mulai gelap. Mereka tak bisa berbuat banyak. Hanya menghibur Fredrikus agar beristirahat sekedar mengurangi rasa sakitnya. Ayahnya, Neles melanjutkan pekerjaan rutinnya di rumah. Ia menghidupkan genzet untuk penerangan di sekitar rumah mereka.

Tiba-tiba Neles mulai merasa sakit perut disertai muntah-muntah kekuningan. Badannya hitam-hitam dan kejang di seluruh tubuh. Ia pun beranjak untuk membuang air besar, ternyata gejalanya seperti yang dialami anaknya. Seluruh aktivitas di rumah terhenti seketika. “Pace (suami) juga tertular muntaber dari anak karena gejalanya seperti yang dialami anak kami,” kata Ibu Mote.

Perhatiannya terhadap sakit yang diderita anaknya belum tuntas, ia mesti mencurahkan perhatian untuk merawat suaminya. Ia membiarkan anaknya seorang diri di rumah. Tak ada jalan lain, Oktovina minta bantuan tetangganya untuk bersama-sama membawa suaminya ke Puskemas Moanemani. Jaraknya dari rumah menuju Puskesmas cukup jauh.

Tiba di Puskesmas, Neles dirawat dua tenaga medis. Ia diberi infus dan minum oralit dengan maksud bisa mengurangi rasa sakitnya. “Beberapa hari di Puskesmas kondisi Pace tak berubah. Dia muntah dan menceret tanpa henti,” katanya seakan tak berdaya. “Apalagi suami saya sulit makan, sehingga tubuhnya makin lemah.”

Saat Neles tergolek lemah di Puskesmas, muncul kabar bahwa anaknya Fredrikus telah meninggal di rumah mereka. Tangis dan air mata Oktovina Mote seketika itu tak terbendung. Musibah seakan tak pernah pergi dari keluarganya.

Walaupun telah mendapatkan pertolongan dari tenaga medis di Puskesmas Moenemani. Tapi nyawa suaminya tak bisa tertolong. Beberapa hari kemudian Neles Okmonggop meninggal menyusul anaknya.

Saat perawatan di Puskesmas Moanemani, Neles dilayani dua orang tenaga medis. Fasilitas penunjang kesehatan seperti obat-obatan, infus dan oksigen, hanya seadanya.
Menurut Oktovina, seharusnya petugas kesehatan menyiapkan obat-obatan dan fasilitas penunjang kesehatan. Supaya kalau ada pasien yang datang berobat bisa segera ditangani. Tapi yang terjadi saat korban mulai berjatuhan, justru obat-obatan dan fasilitas medis tak mencukupi. Sangat terbatas.

“Tenaga medis mesti ada di Puskesmas. Kami tinggal di daerah pedalaman ini mau datang berobat, tapi mereka sering tidak ada. Jadi kami biasa kesulitan”, imbuhnya.
Tertular Lewat Pakaian?Musibah sama juga menimpa Agustinus Koga. Ia meninggal setelah bergumul dengan penyakit muntaber.

Salah seorang keluarga korban, Maria Koga, saat ditemui di Pastoran Moanemani, menuturkan, saudara laki-lakinya, Agustinus Koga, meninggal akibat penyakit muntaber.
Awalnya Agustinus menderita selama sebulan saat berada di kota Nabire. Anehnya, mereka tak mengetahui penyakit yang dideritanya. Keluarga dari Moanemani “turun” ke Nabire untuk menjemput Agustinus Koga untuk dirawat dari kampung halaman.

Maria menyebut gejala yang diderita Agustinus, waktu itu muntah-muntah diselingi buang air seperti orang menyiram air.

Melihat hal itu, keluarganya berusaha memanggil petugas kesehatan untuk memeriksa sakit yang diderita korban. Tak lama kemudian, dua tenaga medis dari Puskesmas, Ibu Kobepa dan Pak Mantri Yuventil tiba di rumah mereka. Korban lalu diinfus dan diberi minum oralit. “Setiap hari mulai pagi sampai sore Pak Mantri Yuventil datang mencek infus dan memberi obat,” ujarnya.

Walaupun telah ditangani petugas kesehatan, tapi nyawa Agus tak tertolong. Ia meninggal dunia beberapa hari berikutnya.

Setelah ikut merawat Agus, Maria Koga mengaku dirinya juga tertular muntaber. Kemungkinan virus muntaber berasal dari saudara laki-lakinya. Selama menjalani perawatan, pakaian korban selalu dicucinya. Maria mengalami gejala muntah-muntah dan menceret. Lantaran penyakit yang dideritanya tak mengalami perubahan, Maria pun segera memeriksakan di Puskesmas. Atas saran tenaga medis, maka ia menginap di Puskesmas selama 4 hari.

Selama perawatan, ia memperoleh pelayanan dari Pak Mantri Yuventil dan Ibu Kobepa. Dia disarankan untuk kembali ke rumah. Selama menginap di Puskesmas, Maria ditemani mamanya. Sedangkan di rumah hanya Agustinus seorang diri. Ia terbaring lesu.

“Orang-orang yang datang ke Puskesmas ketemu mama dengan saya kasih tau kamu punya rumah itu bapa ada menangis terus ada tetangga lain juga menangis. Begitu dengar kabar itu, mama pulang ke rumah periksa begini ternyata saya punya kakak sudah meninggal,” ujarnya terbatah-batah. (#)

Dipublikasi pada Friday, 10 October 2008 oleh kalibobo
http://www.kabarpapua.com/news/modules.php?name=News&file=article&sid=1348


Pengakuan Korban Wabah Muntaber di MoanemaniKontribusi kaliboboDikirim oleh kalibobo pada Friday, 10 October 2008Kecocokan pada isi artikelTopik: Kesehatan Umum (114 Komentar)
Mahasiswa Papua di Yogya Demo, Desak Pemerintah Tuntaskan Wabah MuntaberKontribusi kaliboboDikirim oleh kalibobo pada Friday, 10 October 2008Kecocokan pada isi artikelTopik: Kesehatan Umum (128 Komentar)
Peringatan Tiga Tahun Front PEPERA Papua BaratKontribusi kaliboboDikirim oleh kalibobo pada Tuesday, 30 September 2008Kecocokan pada isi artikelTopik: Pendidikan Politik (131 Komentar)
63 Tahun Indonesia: Papua Merdeka?Kontribusi kaliboboDikirim oleh kalibobo pada Sunday, 17 August 2008Kecocokan pada isi artikelTopik: Opini/Artikel (1 Komentar)
NKRI PUKUL MUNDUR Ruang Demokrasi di Papua BaratKontribusi amanaiDikirim oleh amanai pada Thursday, 14 August 2008Kecocokan pada isi artikelTopik: Opini/Artikel (121 Komentar)
Warga Minta WHO 'Turun' ke DogiyaiKontribusi kaliboboDikirim oleh kalibobo pada Tuesday, 12 August 2008Kecocokan pada judul dan isi artikelTopik: Kesehatan Umum (34 Komentar)
173 ORANG MEE DI LEMBAH KAMUU TEWAS DI ERA OTSUS DAN PEMEKARANKontribusi kaliboboDikirim oleh kalibobo pada Monday, 04 August 2008Kecocokan pada isi artikelTopik: Kesehatan Umum (151 Komentar)
Wakil Ketua Sinode GKI Papua: Pemerintah Lambat Atasi Wabah Kolera di DogiyaiKontribusi MarvicDikirim oleh Marvic pada Thursday, 31 July 2008Kecocokan pada judul dan isi artikelTopik: Kesehatan Umum (226 Komentar)
Paniai Antisipasi Mewabahnya MuntaberKontribusi MarvicDikirim oleh Marvic pada Friday, 11 July 2008Kecocokan pada isi artikelTopik: Kesehatan Umum (3 Komentar)
Pemekaran Boroskan Uang Otsus PapuaKontribusi MarvicDikirim oleh Marvic pada Tuesday, 01 July 2008Kecocokan pada isi artikelTopik: Politisasi NKRI Atas Papua (122 Komentar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar